Masa Penjajahan
Kegiatan Keimigrasian di Sabang tidak dapat dipisahkan dengan sejarah pertumbuhan dan kehidupan Kota Sabang. Sejak masa penjajahan Belanda, Pemerintah Belanda telah membangun Pelabuhan Laut Sabang tahun 1881 dengan didirikan Kolen Station, sekitar tahun 1895 pengelola Sabang dipegang oleh Mactscappij, dengan kepadatan lalu lintas pelayaran niaga antar Bangsa pada saat itu, kemudian kegiatan niaga tersebut harus berakhir dengan masuknya Bangsa Jepang tahun 1942. Pada masa penjajahan Jepang, pelabuhan tersebut difungsikan sebagai pelabuhan pertahanan (militer) sampai berkhir Kekuasaannya.
Masa Kemerdekaan
Saat kemerdekaan tahun 1945 status pelabuhan Sabang dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia, pada tahun 1950 difungsikan sebagai basis Pertahanan Maritim Republik Indonesia, selain itu juga menjadi pelabuhan domestik dan tidak secara resmi melayani pelayaran Internasional. Dengan pengawasan Keimigrasian di Pelabuhan pada saat itu berada di bawah kendali Kantor Imigrasi Daerah di Banda Aceh yang memilki wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Provinsi Daerah Istimewa Aceh termasuk Pelabuhan Sabang.
Masa Orde Baru
Sekitar tahun 1960-an telah di bentuk Pos Imigrasi Sabang (disebut Kantor Pos Imigrasi) dan ditemukan catatan bahwa tahun 1962 Kantor Pos Imigrasi Sabang telah ditunjuk untuk melakukan embarkasi dan dis-embarkasi haji. Tahun 1964 dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 1964 yang menetapkan Pelabuhan Sabang sebagai Pelabuhan Bebas Sabang. Seiring dengan itu pada tahun 1965 Pelabuhan Sabang ditetapkan oleh Pemerintah R.I dengan berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1965 menjadi Kotapraja Sabang dengan Wilayah Pulau Weh dalam gugusan kepulauan sekitarnya.
Perkembangan selanjutnya tahun 1967 Kantor Pos Imigrasi Sabang diberikan kewenangan untuk menerbitkan Paspor dan memberi Izin berangkat keluar negeri dibawah pengawasan Kantor Imigrasi Daerah Banda Aceh berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi nomor Dpd/296-I-67 tanggal 1 November 1967 yang mangacu pada peraturan Khusus Kepala Direktorat Imigrasi Tentang Lalu Lintas Orang Asing untuk Daerah Pelabuhan Bebas Sabang Nomor: I/Bk/DI/I/65 tanggal 15 Januari, kemudian pada tahun 1970 dilakukan peningkatan status Pelabuhan Bebas Sabang dengan payung hukum yang lebih kuat yaitu Undang-Undang nomor 4 Tahun 1970 tentang penetapan Sabang sebagai Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Selanjutnya untuk mendukung hal tersebut, Direktorat Jenderal Imigrasi meningkatkan status Kantor Pos Imigrasi menjadi Kantor Resort Imigrasi dibawah pengendalian Kantor Imigrasi Daerah Banda Aceh.
Pada saat terbentuknya, Kantor Resort Imigrasi Sabang belum memiliki gedung untuk melaksanakan kegiatannya dan masih menyewa pada pihak lain. Pada tahun 1973 Kantor Resort Imigrasi dibangun yang terletak di Jalan Seulawah (pada saat ini berubah nama menjadi Jalan Teuku Umar Nomor 10) yang diresmikan pada tanggal 26 Januari 1974.
Pada tahun 1982, Kantor Resort Imigrasi Sabang ditingkatkan statusnya menjadi Kantor Imigrasi Kelas II Sabang. Dengan mempertimbangkan meningkatnya kegiatan Keimigrasian dan frekuensi lalu lintas laut, dan untuk selanjutnya membangun Pos Imigrasi yang terletak di daerah Aneuk Laot dengan posisinya di ketinggian menghadap ke Pelabuhan pada tahun 1985. Dengan maksud untuk Kantor Pos Pendaratan Pelabuhan / TPI Pelabuhan Laut Sabang dan Udara TPI Bandara Maimun Saleh (pernah direncananakan penerbangan regular dari Thailand dan Malaysia namun belum terealisasi).Pada tahun 1985 berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1985 status Pelabuhan Bebas Sabang dan Perdagangan Bebas Sabang di cabut oleh Pemerintah RI sehingga Pos itu tidak pernah difungsikan. Akibat ditutupnya pelabuhan bebas tersebut maka kegiatan pada kantor Imigrasi Kelas II Sabang juga mengalami kemunduran dan akhirnya berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.03-PR.07.04 Tahun 1991 tanggal 15 April 1991 dan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Daerah Istimewa Aceh nomor W1.6488.PR.07.04 tahun 1992 tanggal 25 Maret 1992, maka terhitung tanggal 1 April 1992 ditutup dan menjadi Pos pendaratan dibawah pengawasan dan tanggung jawab Kantor Imigrasi Banda Aceh.
Masa Reformasi
Tahun 1998 sabang termasuk Pulau Aceh dijadikan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) dengan Keputusan Presiden Nomor 171 tanggal 28 September 1998 dan selanjutnya tahun 2000 dengan Intruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2000 tanggal 22 Januari 2000 tentang Pembangunan Kawasan Sabang menjadi Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, diikuti dengan Perpu Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas Sabang dan Pelabuhan Bebas Sabang. Dan pada akhirnya dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 37 tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undan-undang Nomor 2 Tahun 2000 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-undang. Pemerintah R.I kembali membuka Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Sabang dengan pengendalian dilaksanakan oleh Badan Otorita yaitu Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) dengan Wilayah Kerja meliputi Pulau Weh dan gugusan kepulauan yang berada di bawah Pemerintah Daerah Kota Sabang dan Kecamatan Pulo Aceh Aceh Besar yang terdiri 2 (dua) Kecamatan di Kota Sabang dan 1 (satu) Kecamatan di Kabupaten Aceh Besar.
Untuk mendukung hal tersebut diatas, Kantor Imigrasi Sabang kembali dibuka berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I Nomor : M.01.PR.02.04 Tanggal 20 September Tahun 2000 tentang Pembentukan Kantor Imigrasi Sabang, dengan wilayah kerja adalah Kota Sabang (Pulau Weh, Pulau Klah, Pulau Rubiah, Pulau Seulako, Pulau Rondo), Pulau Breuh, Pulau Nasi dan Pulau Teunom serta pulau-pulau kecil disekitarnya. Kota Sabang terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan yaitu Kecamatan Sukakarya, Sukamakmue, dan Kecamatan Sukajaya yang terbagi 18 menjadi Kelurahan / Gampong dengan perkiraan jumlah penduduk 33.215 jiwa (tahun 2015) dan luas Sabang 153 Km2 atau 15.300 Ha. Pulau-pulau yang termasuk dalam Kota Sabang meliputi Pulau Weh, Pulau Klah, Pulau Rubiah, Pulau Seulako, Pulau Rondo, sedangkan Pulau Breuh, Pulau Nasi, dan Pulau Teunom serta Pulau-pulau kecil disekitarnya yang berada di Kecamatan Pulo Aceh secara administrative berada dibawah Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar. Kecamatan Pulo Aceh terdiri dari 3 (tiga) Kemukiman dan membawahi 17 (tujuh belas) Kelurahan / Desa dengan luas wilayah 2.834 Ha dan jumlah penduduk 5.031 jiwa.